BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Secara akademik, jika seseorang ingin menjadi guru,
maka ia harus menempuh pendidikan keguruan. Guru TK/RA masuk ke PGTK, guru
SD/MI masuk ke PGSD/PGMI, guru SMP/MTs dan sekolah lanjutan atas masuk Strata
Satu (S1) keguruan. Dengan menempuh pendidikan tinggi formal keguruan tersebut,
seorang guru bisa disebut telah memiliki kualifikasi akademik keguruan.
Namun demikian, persiapan menjadi guru tidak
semata-mata melalui jalur pendidikan formal semata. Faktor internal yang ada di
dalam diri seseorang juga mempengaruhi kesuksesan sebagai guru; meliputi aspek
kepribadian, sosial dan keterampilan mengajar. Dengan kata lain, seseorang yang
sudah menempuh pendidikan formal keguruan tidak lantas dengan serta merta mampu
menunjukkan performance yang cukup memadai di saat mengajar di dalam kelas.
Mungkin kita pernah mendengar komentar, “Si guru A itu hebat benar penguasaan
materinya tetapi tidak bisa mengajar”, atau sebaliknya, “Si guru B itu pandai
mengajar tetapi minim penguasaan materi”.
Dalam konteks ini, keberadaan sebuah kegiatan
pelatihan tentang cara mengajar melalui model micro teaching menjadi sangat
penting. Seorang calon guru diminta berlatih mengajar di ruang micro teaching.
Ia harus benar-benar berperan sebagai guru yang memang sedang mengajar di dalam
kelas. Kalau perlu, dia juga diminta untuk membuat kerangka pengajaran.
Penggunaan pengajaran mikro (micro teaching) sebagai
teknik dan prosedur latihan mengajar jelas jauh lebih baik daripada pendekatan
pelatihan mengajar secara tradisional, di mana latihan praktik mengajar
dilakukan langsung di sekolah sesudah calon guru memperoleh pengetahuan
teoretis tentang dasar-dasar keguruan dan isi (content) dari bidang studi yang
akan diajarkannya. selain dipandang kurang mampu membekali kesiapan mental,
kemampuan dan keterampilan, pendekatan tradisional juga cukup beresiko.
Perhatian sang calon guru cenderung akan terfokus kepada “my pupils learn”
(murid-murid saya belajar), sehingga tujuan utama latihan, yaitu “I learn to
teach” (saya belajar cara mengajar), akan terabaikan. Selain itu,
kekeliruan/kesalahan yang dilakukan oleh calon guru tersebut akan merugikan sejumlah
besar murid di kelas tempat ia berlatih.
B. Rumusan
Masalah
Dengan mempertimbangkan latar belakang masalah di
atas, makalah ini disusun secara khusus untuk menjawab permasalahan utama
mengenaiMicroteaching. Permasalahan utama ini dirinci sebagai berikut :
1.
Bagaimana penerapan pelaksanaan microteaching?
2.
Mengapa microteaching diperlukan dalam setiap proses pembelajaran ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Microteaching
Pengajaran Mikro (micro teaching)merupakan salah
satu bentuk model praktek kependidikan atau pelatihan mengajar. Dalam konteks
yang sebenarnya, mengajar mengandung banyak tindakan, baik mencakup teknis
penyampaian materi, penggunaan metode, penggunaan media, membimbing belajar,
memberi motivasi, mengelola kelas, memberikan penilaian, dan seterusnya. Dengan
kata lain, perbuatan mengajar itu sangatlah kompleks. Oleh karena itu, dalam
rangka penguasaan keterampilan dasar mengajar, calon guru perlu berlatih secara
parsial. Artinya, tiap-tiap komponen keterampilan dasar mengajar itu perlu
dikuasai secara terpisah-pisah (isolated). Berlatih untuk menguasai
keterampilan dasar mengajar seperti itulah yang dinamakan Pengajaran Mikro
(Micro-Teaching).
Pengajaran Mikro (micro teaching) merupakan suatu
situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang
terbatas, yaitu selama 5 – 20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3 – 10 orang.
Bentuk pengajarannya juga sederhana, di mana calon guru berada dalam suatu
lingkungan kelas yang terbatas dan terkontrol serta hanya mengajarkan satu
konsep dengan menggunakan satu atau dua keterampilan dasar mengajar.
Konsep Pengajaran Mikro (micro teaching)dilandasi
oleh pokok-pokok pikiran sebagai berikut:
1. Pembelajaran bersifat nyata (dilaksanakan dalam
bentuk yang sebenarnya), tetapi berkonsep mini.
2. Latihan terpusat pada keterampilan dasar
mengajar,
3. Mempergunakan informasi dan pengetahuan tentang
tingkat belajar siswa sebagai umpan balik terhadap kemampuan calon guru.
4. Pembelajaran dilaksanakan bagi para siswa dengan
latar belakang yang berbeda-beda dan berdasarkan pada kemampuan intelektual
kelompok usia tertentu.
5. Pengontrolan dilakukan secara ketat terhadap
lingkungan latihan yang diselenggarakan dalam Laboratorium Micro Teaching.
6. Suasana minim tekanan (low threat situation),
agar calon guru mudah mempelajari keterampilan mengajar.
7.Suasana minim resiko (low risk situation), agar
siswa bisa berpartisipasi aktif dalam pengajaran,
8. Kesempatan latihan ulang dan pengaturan
distribusi latihan dalam jangka waktu tertentu disediakan agar semua peserta
bisa mendapatkan porsi yang setara.
Secara etimologis, kata “micro”berarti “kecil”,
“terbatas”, “sempit”, sementara kata“Teaching”berarti “mengajar”. Dengan begitu,
kata majemuk “micro teaching” berarti “suatu kegiatan mengajar yang segala
sesuatunya dikecilkan dan disempitkan”.
Sementara itu, secara terminologis, terdapat
beberapa pengertian yang bisa dikemukakan. Di antaranya:
1. Cooper
dan Allen (1971) mendefinisikan: “Pengajaran Mikro (Micro Teaching) adalah
suatu situasi pengajaran yang dilaksanakan dalam waktu dan jumlah siswa yang
terbatas, yaitu selama 5 – 20 menit dengan jumlah siswa sebanyak 3 – 10 orang”.
2. Waskito
(1977) mendefinisikan: “Micro Teaching adalah suatu metode belajar mengajar
atas dasar performa yang tekniknya dengan cara mengisolasikan komponen-komponen
proses belajar mengajar sehingga calon guru dapat menguasai setiap komponen
satu per satu dalam situasi yang disederhanakan atau dikecilkan”.
Berdasarkan beberapa Pengertian di atas, dapat
disimpulkan bahwa Micro Teaching atau Pengajaran Mikro adalah: “salah satu
model pelatihan praktik mengajar dalam lingkup terbatas (mikro) untuk
mengembangkan keterampilan dasar mengajar (base teaching skill) yang
dilaksanakan secara terisolasi dan dalam situasi yang
disederhanakan/dikecilkan”.
B. Tujuan
Microteaching
Tujuan umum pengajaran mikro (micro teaching) adalah
untuk memberikan kesempatan kepada mahasiswa (calon guru) untuk berlatih
mempraktikkan beberapa keterampilan dasar mengajar di depan teman sejawatnya
dalam suasana yang konstruktif, sportif, dan bersahabat sehingga mendukung
kesiapan mental, keterampilan dan kemampuan (performance)yang terintegrasi
untuk bekal praktik mengajar sesungguhnya di sekolah/institusi pendidikan.
Selain itu, pelatihan pembelajaran dengan pendekatan
micro teaching juga bisa berarti semacam “learning by doing” atau “on job
training (OJT)”; “belajar sambil melakukan”, bagi seseorang yang sudah
berprofesi sebagai guru atau dosen. Guru/dosen, baik yang senior maupun yunior
perlu penyegaran/peningkatan keterampilan mengajarnya. Mereka dapat menilai
sendiri apakah kemampuan mengajarnya yang selama ini mereka “pertontonkan” di
depan kelas sudah cukup memadai ataukah belum. Ini juga memberi pernyataan yang
tajam agar para guru/dosen tidak mengklaim bahwa penampilan mengajarnya sudah
yang terbaik.
Adapun tujuan khusus pengajaran mikro (micro
teaching) antara lain sebagai berikut:
1. Membentuk mahasiswa yang memiliki keterampilan
dan sikap profesional sebagai calon guru:
a. Membuat
perencanaan
b.
Berbicara di depan kelas secara runtut dan runut sehingga mudah dipahami
oleh audien atau peserta didik.
c. Terampil
membuka dan menutup pelajaran.
d. Dapat
bertanya secara benar.
e. Dapat
memotivasi belajar siswa/peserta didik.
f. Dapat
membuat variasi dalam mengajar.
g. Dapat
menggunakan alat-alat/media pembelajaran dengan benar dan tepat.
h.
Bertanggung jawab dan berpegang kepada Etika keguruan.
2. Membentuk dan mengembangkan kepercayaan diri
mahasiswa dalam melakukan praktik atau kegiatan pembelajaran di kelas.
3. Mengembangkan keterampilan mahasiswa untuk dapat
mengamati keterampilan keguruan secara obyektif, sistematis, kritis dan
praktis.
4. Mengembangkan keterampilan mahasiswa untuk dapat
memainkan peran sebagai guru/dosen, supervisor, peserta didik, maupun sebagai
observer dengan baik.
5. Melatih mahasiswa untuk dapat menerapkan teori
belajar dan pembelajaran dalam suasana didaktis, paedagogis, metodik dan
andragogis secara tepat dan menarik
Pengajaran mikro (micro teaching)dimaksudkan untuk
mengatasi kelemahan model praktik pengajaran tradisional. Melalui pengajaran
mikro (micro teaching), keterampilan mengajar yang potensial dapat diorganisasikan
dalam satu penampilan yang utuh. Praktikan akan lebih siap dan terampil untuk
mengantisipasi perilaku mengajar yang sebenarnya di kelas.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengajaran mikro (micro teaching)memberikan pengaruh positif dalam melatih
keterampilan mengajar di kelas. Brown dan Ametrong (1975)mencatat hasil riset
tentang manfaat pengajaran mikro (micro teaching)sebagai berikut :
1. Korelasi
antara pengajaran mikro (micro teaching)dan praktik keguruan sangat tinggi.
Artinya: calon guru yang berpenampilan baik dalam pengajaran mikro (micro
teaching), akan baik pula dalam praktik mengajar di kelas.
2. Praktikan
yang lebih dulu menempuh program pengajaran mikro (micro teaching)ternyata
lebih baik/lebih terampil dibandingkan praktikan yang tidak mengikuti
pengajaran mikro (micro teaching).
3. Praktikan
yang menempuh pengajaran mikro (micro teaching) menunjukkan prestasi mengajar
yang lebih tinggi.
4. Bagi
praktikan yang telah memiliki kemampuan tinggi dalam pengajaran, pengajaran mikro
(micro teaching) kurang bermanfaat.
5. Setelah
mengikuti pengajaran mikro (micro teaching), praktikan dapat menciptakan
interaksi dengan siswa secara lebih baik.
6. Penyajian
model rekaman mengajar lebih baik daripada model lisan sehingga lebih signifikan
dengan keterampilan mengajar.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat
dikemukakan bahwa praktikan yang memiliki prestasi tinggi dalam pembelajaran
pengajaran mikro (micro teaching) akan berprestasi pula dalam praktik mengajar.
Oleh karena itu, perbedaan prestasi pengajaran mikro (micro teaching) diantara
praktikan, akan diikuti pula oleh perbedaan prestasi praktik mengajarnya.
C. Ciri-ciri
Microteching
Pengajaran mikro (micro teaching) merupakan real
teaching, tetapi dalam skala mikro. karakteristik yang khas dalam pengajaran
mirko (micro-teaching) adalah: komponen-komponen dalam pengajaran yang
di-MIKRO-kan atau di-SEDERHANA-kan. Dalam pengajaran sesungguhnya (real
teaching) lingkup pembelajaran biasa tidak dibatasi, tetapi di Micro-Teaching terbatas
pada satu kompetensi dasar atau satu hasil belajar dan satu materi pokok
bahasan tertentu; demikian pula alokasi waktunya juga terbatas antara 10-15
menit, jumlah siswa juga dikecilkan hingga berkisar 10-15 siswa, serta
keterampilan dasar yang dilatihkan juga terbatas (terisolasi).
Dengan demikian, ciri khas micro-teaching adalah :
“real-teaching yang di-MIKRO-kan meliputi jumlah siswa, alokasi waktu, fokus
keterampilan, kompetensi dasar, hasil belajar dan materi pokok pembelajaran
yang terbatas”. Pelaksanaan pengajaran mikro (micro-teaching) pada prinsipnya
merupakan realisasi pola-pola pengajaran yang sesungguhnya (real teaching) yang
didesain dalam bentuk mikro. Setiap calon guru membuat persiapan mengajar yang
kemudian dilaksanakan dalam proses pembelajaran bersama siswa/teman sejawat
(peer teaching) dengan seting kondisi dan konteks kegiatan belajar mengajar
yang sesungguhnya.
D. Komponen
Dasar Mengajar (microteching)
Mengajar adalah perbuatan yang kompleks yang
merupakan pengintegrasian secara utuh dari berbagai komponen kemampuan.
Komponen kemampuan tersebut dapat berupa pengetahuan, keterampilan, sikap dan
nilai. Sebagian kemampuan tersebut telah dibentuk secara bertahap melalui
penyampaian teori-teori tentang prinsip-prinsip belajar dan pembelajaran,
strategi mengajar, rancangan instruksional, media pembelajaran, pengelolaan
kelas, evaluasi pembelajaran, dan sebagaianya.
Setelah guru/dosen pemula dianggap menguasai materi
dan sistem penyampaiannya, tiba saatnya untuk berlatih menguasai keterampilan
dasar mengajar, yaitu: keterampilan yang bersifat generik yang harus dikuasai
oleh semua calon guru. Komponen keterampilan dasar mengajar yang dilatihkan
dalam pengajaran mikro (micro-teaching) menurut hasil penelitian Tumey (1973)
terdapat 8 (delapan) keterampilan yang sangat berperan dalam kegiatan belajar
mengajar, yaitu:
1.
Keterampilan dasar membuka dan menutup pelajaran (set induction and
closure).
2.
Keterampilan dasar menjelaskan (explaining skills)
3.
Keterampilan dasar mengadakan variasi (variation skills)
4.
Keterampilan dasar memberikan penguatan (reinforcement skills)
5.
Keterampilan dasar bertanya (questioning skills)
6.
Keterampilan dasar mengelola kelas
7.
Keterampilan dasar mengajar perorangan/kelompok kecil
8.
Keterampilan dasar membimbing diskusi kelompok kecil
Perlu ditekankan bahwa pemilah-milahan delapan
komponen keterampilan dasar mengajar seperti di atas hanya dalam konteks
latihan model micro teaching, supaya masing-masing dapat dilatihkan secara terpisah
(terisolasi). Namun di saat menggunakan/menerapkan delapan keterampilan
tersebut di dalam kelas yang sebenarnya, seorang guru/dosen harus mampu
menampilkannya secara utuh dan terintegrasi.
E. Mekanisme
Pelaksanaan Microteching
Dalam melaksanakan proses pembelajaran, setiap
anggota Sub kelompok bertugas sesuai peran masing-masing, dengan
urutan tampil berdasarkan urutan posisi tempat duduk yang telah
ditentukan dan searah jarum jam, yaitu
guru (G)pada jajaran tempat duduk bagian belakang - observer tulisan (Ot)pada
jajaran tempat duduk bagian tengah - siswa (S)pada jajaran tempat duduk bagian
depan, observer lisan (Ol)pada jajaran tempat duduk bagian tengah dan supervisor (sv) pada jajaran tempat duduk
bagian belakang.
Mekanisme giliran tampil untuk setiap anggota dari
sub kelompok diatur sebagai berikut :
1. Giliran
tampil untuk setiap anggota dari sub kelompok dihitung kedalam 1 session,
dimana dalam 1 session,
2.
Masing-masing anggota dari sub kelompok
akan tampil secara bergiliran sesuai peran dan tugas yang telah
ditentukan dan yang berperan sebagai guru (G) akan melakukan proses pengajaran,
sementara untuk anggota sub kelompok lain akan menjalankan tugas dan peran yang
berbeda,
3. Jika
semua angota sub kelompok guru telah tampil maka selesailah 1 session
4. Untuk
session selanjutnya maka semua anggota sub kelompok akan berubah posisi dengan
sendirinya dan searah jarum jam, yang berperan sebagai guru (G) akan berpindah
tugas menjadi observer tulisan (Ot) dan seterusnya hingga posisi guru (G) akan
diambil alih oleh supervisor (Sv),
5. Regulasi
tersebut akan terus berlanjut hingga semua anggota sub kelompok selesai
menjalankan tugas.
6. Setiap
kelompok dari setiap jurusan / program studi memiliki 5 session kesempatan
tampil secara bergiliran untuk masing-masing sub kelompok.
Aktifitas anggota sub kelompok dalam setiap session
dapat dilaksanakan dengan mekanisme
sebagai berikut :
a) Guru (G)
Anggota sub kelompok yang bertugas sebagai
guru(G) akan mendapat giliran tampil
pertama membawakan materi pelajaran sesuai RPP yang telah dibuat sedangkan guru
yang tidak tampil akan tetap ditempat duduk yang telah ditentukan menunggu
giliran tampil.
b) Observer
Tulisan (Ot)
Anggota sub kelompok yang bertugas sebagai Observer
Tulisan (Ot) akan menempati tempat duduk
yang telah ditentukan dan bertugas sebagai peninjau untuk memberikan penilaian
kepada anggota sub kelompok yang bertugas sebagai guru (G) dengan materi
penilian yang meliputi :
1)Aspek Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran
2) Aspek
Keterampilan mengelola kelas
3) Aspek
Keterampilan bertanya dan menjelaskan
4)Aspek Keterampilan mengadakan variasi dan
penampilan
c) Siswa
(S)
Anggota sub kelompok yang bertugas sebagai Siswa
(S) akan menempati tempat duduk pada
posisi bagian depan dengan tugas mengamati anggota sub kelompok yang bertugas
sebagai guru (G).
d) Observer
Lisan (Ol)
Anggota sub kelompok yang bertugas sebagai Observer
Lisan (Ol) akan menempati tempat duduk
yang telah ditentukan dan bertugas sebagai peninjau untuk mengamati secara
seksama dan mengajukan pertanyaan terkait dengan sub pokok bahasan yang
dibawakan anggota sub kelompok yang bertugas sebagai guru (G), dengan ketentuan
1 orang anggota sub kelompok mengajukan 1
pertanyaan yang berbeda dan tercatat
e)
Supervisor (Sv)
Anggota
sub kelompok yang bertugas sebagai Supervisor (Sv) akan akan menempati tempat
duduk pada bagian belakang dan bertugas sebagai Pengawas/supervisor (sv) dan 1
orang dari anggota sub kelompok yanga ada menempati bangku bagian depan dan
mencatat tanggapan secara tertulis segala aktifitas pembelajaran yang dilakukan
anggota sub kelompok yang bertugas sebagai guru (G) dengan dibantu oleh anggota
lain yang duduk pada bagian belakang
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Cara penerapan pelaksanaan microtesching yaitu
setiap anggota Sub kelompok bertugas sesuai peran masing-masing, dengan
urutan tampil berdasarkan urutan posisi tempat duduk yang telah
ditentukan dan searah jarum jam, yaitu
guru (G)pada jajaran tempat duduk bagian belakang - observer tulisan (Ot)pada
jajaran tempat duduk bagian tengah - siswa (S)pada jajaran tempat duduk bagian
depan, observer lisan (Ol)pada jajaran tempat duduk bagian tengah dan supervisor (sv) pada jajaran tempat duduk
bagian belakang.Mekanisme giliran tampil untuk setiap anggota dari sub kelompok
diatur sebagai berikut : *Giliran tampil untuk setiap anggota dari sub kelompok
dihitung kedalam 1 session, dimana dalam 1 session.*Masing-masing anggota dari
sub kelompok akan tampil secara bergiliran
sesuai peran dan tugas yang telah ditentukan dan yang berperan sebagai guru (G)
akan melakukan proses pengajaran, sementara untuk anggota sub kelompok lain
akan menjalankan tugas dan peran yang berbeda. *Jika semua angota sub kelompok
guru telah tampil maka selesailah 1 session.
Pentingnya microteaching dalam proses pembelajaran adalah untuk
memberikan kesempatan kepada mahasiswa (calon guru) untuk berlatih
mempraktikkan beberapa keterampilan dasar mengajar di depan teman sejawatnya
dalam suasana yang konstruktif, sportif, dan bersahabat sehingga mendukung
kesiapan mental, keterampilan dan kemampuan (performance)yang terintegrasi
untuk bekal praktik mengajar sesungguhnya di sekolah/institusi pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Roestiyah, Strategi Pembelajaran, Jakarta: Rineka
Cipta, 2008
Hamalik Oemar, Pendidikan Guru Berdasarkan
Pendekatan Kompetensi, Jakarta: Bumi Aksara, 2009
Soetjipto, Profesi keguruan, Jakarta: Direktorat
Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994